BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Judul
Dewasa
ini sosialisasi di kalangan masyarakat semakin
Mudah,
karena seiring majunya teknologi yang berkembang diera globalisasi. Namun
kemajuan teknologi tersebut tidak selalu berdampak positif bagi peradaban
masyarakat melainkan juga mempunyai dampak negatif yang melanda di seluruh
lapisan sosial masyarakat.
Adapun dampak negatif
kemajuan teknologi dalam bersosialisasi dikalangan masyarakat ialah dapat
menimbulkan kesenjangan sosial yang mengakibatkan terbentuknya pengelompokan
antar lapisan masyarakat. Yang juga mengakibatkan sulitnya bergaul diantara
sesama.
B. Tujuan
Akhir – akhirnya semakin
banyak masyarakat yang sulit bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh
karena itu cara bersosialisasi perlu di tanamkan sejak dini pada diri anak –
anak agar tidak menimbulkan kesulitan bersosialisasi ketika dewasa nanti.
Peran orangtua dan orang –
orang disekitar nya sangat berperan penting dalam proses bersosialisasi pada
diri kita. Oleh sebab itu diharapkan peran serta orang – orang disekitar kita
untuk mendukung proses sosialisasi dalam kehidupan keseharian kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah
proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu
generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah
sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory).
Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan
oleh individu.
Berdasarkan jenisnya,
sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan
sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut
berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja.
Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang
sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu,
bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
Sosialisasi
primer
Peter L.
Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi
pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota
masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5
tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota
keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan
dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam
tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting
sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi
yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
Sosialisasi
sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah
satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses
resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam
proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang
lama.
Setiap kelompok masyarakat
mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu
baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di
sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas
tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok
sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling
membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi
yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah
sebagai berikut.
Formal
Sosialisasi
tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
Informal
Sosialisasi
tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok
sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik
sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada
pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa
bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan
sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan
adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya
untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang
baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau
tidak?
Meskipun proses sosialisasi
dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk
dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan
informal sekaligus.
Menurut
George Herbert Mead
George
Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap
persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini
dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri.
Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak
sempurna.
Contoh:
Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita
diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh
anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan
kenyataan yang dialaminya.
Tahap
meniru (Play Stage)
Tahap ini
ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang
anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan
seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada
posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia
sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari
orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap siap
bertindak (Game Stage)
Peniruan
yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan
diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan
untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu
mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan
yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan
dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
Tahap
penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap
ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada
posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan
masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat
dalam arti sepenuhnya.
Menurut
Charles H. Cooley
Cooley
lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri
(self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.
Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan
sebagai berikut.
1. Kita
membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
2. Seorang
anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar
karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai
lomba.
2. Kita
membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan
pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan
pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia,
selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang
terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam
berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain.
Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa
dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada
apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh
informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3.
Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan
adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga
dan penuh percaya diri.
Agen sosialisasi adalah
pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen
sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan
yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu
sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di
sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses
sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh
agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu
dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang
berlainan.
Keluarga
(kinship)
Bagi
keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama
dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena
dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek,
nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat
perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng
yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya
pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem
keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam
ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
Teman
pergaulan
Teman
pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia
ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain
dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula
memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh
teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan
dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda
dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak
sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok
bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang
yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak
dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
Lembaga
pendidikan formal (sekolah)
Menurut
Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis,
dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan
(specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang
tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar
tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
Media
massa
Yang termasuk
kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah,
tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh
media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
Penayangan
acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku
anak-anak dalam beberapa kasus.
Iklan
produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya.
Gelombang
besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV
(horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan
kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan
sosial, dan dampak buruk lainnya.
Agen-agen
lain
Selain
keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan
oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan
lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang
pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
agen-agen ini sangat besar.
B. Cara
bersosisalisasi
Prinsip dasar bersosialiasi
adalah bagaimana orang bisa mengenal Anda, dan menyukai Anda. Tak ada seorang
pun senang pada orang yang sibuk dengan dirinya sendiri seharian. Tapi, tak ada
seorang pun juga yang suka bila ada rekan yang terlalu sibuk bergosipria seolah
tak punya kerjaan, atau sibuk mengomentari dan mengkritik ini itu sehingga
dijuluki public enemy. Karena itu, sosialisasi amat tergantung kemampuan Anda
menarik-ulur semua interaksi itu.
Berikut
ini ada 10 Cara Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi :
1. Bicara dengan
jelas Kemampuan berkomunikasi akan berdampak pada bagaimana orang-orang akan
memperlakukan Anda. Mereka yang periang biasanya banyak teman, karena ia tahu
bagaimana membangun pembicaraan.
2. Punya
sesuatu untuk dikatakan Jangan berpikir bahwa hanya karena Anda berbicara,
orang lain pasti mendengarkan. Pastikan bahwa komentar Anda memang ada
‘isinya’. Jangan cuma jadi ‘ember bocor’.
3. Penuh
pengertian Setiap orang punya latar belakang yang berbeda. Jadi, pembicaraan
awal biasanya tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai orang lain. Anda bisa
saja tidak setuju dengan rekan kerja, tapi masih bisa bekerja sama secara
produktif.
4.
Pengaruhi orang lain Dengan pendapat dan opini yang bermutu, Anda telah
memberikan ‘warna’ dalam bersosialisasi. Hal ini akan mempengaruhi orang lain
dan mereka akan menyukai Anda.
5.
Selesaikan setiap masalah Konflik tidak selalu jelek. Setiap argumentasi bisa
dijadikan bahan untuk solusi. Kalau Anda bisa, lakukanlah.
6. Tetap
berkepala dingin Hati boleh panas, kepala harus tetap dingin, sudah biasa
terdengar. Jadi, kalau Anda melihat ada orang yang memang senang cari
gara-gara, mendingan jauhi saja dia.
7. Jangan
takut untuk berubah Ada orang yang begitu keras kepala sampai ia tak mau
berubah meskipun perubahan itu baik. Jangan sampai begitu.
8. Tidak
ada “saya” dalam tim Banyak orang gemar membawa egonya dalam suatu team work.
Semoga Anda bukan salah satunya. Jangan pernah lupa untuk memuji pekerjaan
orang lain, mereka akan melakukan hal yang sama.
9.
Berdirilah di tengah-tengah Memang agak sulit, apa lagi kalau Anda terlibat
langsung. Tapi, paling tidak, Anda punya pendapat yang jernih bila ada suatu
konflik. Cobalah ambil jarak dulu, supaya Anda bisa menganalisis sesuatu dengan
akurat.
10. Miliki
rencana Seperti apa pun dalam kehidupan, persiapkan diri Anda ketika akan
bersosialisasi. Biarpun Anda spontan dan pandai beromongkosong, Anda harus
punya patokan dalam proses berpikir ketika melakukan percakapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana telah diuraikan
di atas, sosialisasi sangat penting bagi kehidan kita sehari-hari. Oleh karena
itu pengetahuan tentang sosialisasi sangat di perlukan, tidak hanya itu peran
keluarga serta masyarakat sekitar pun juga turut andil dalam membentuk jiwa
sosialisasi kita dan juga kemauan kita sendiri untuk membentuk jiwa sosialisasi
kita seperti apa.
DAFTAR PUSTAKA
1 komentar:
bermanfaat,meski sepertinya mudah tapi butuh proses yg lumayan sulit jua..
My blog
Posting Komentar